Hari ini, 1 Maret 2012, Komite I DPD RI mengadakan seminar
sehari dengan tema MEWUJUDKAN WILAYAH PERBATASAN MENJADI HALAMAN DEPAN NEGARA,
bertempat di gedung Nusantara V.
Seminar ini dihadiri berbagai kalangan, yaitu: dari
Kemendagri, LIPI, Bupati, Akademisi, LSM, Wartawan dan Staf Ahli DPD RI.
Beberapa narasumber yang memberikan pemaparan makalah,
adalah:
1.
Gubernur Propinsi Sulawesi Utara,
DR. S. H. Sarundajang dengan judul: Strategi dan kebijakan pembangunan
perbatasan Sulawesi Utara dalam bingkai NKRI,
2.
Gubernur Propinsi Riau, H. M. Rusli
Zaenal, SE: Pembangunan kawasan perbatasan dalam peta pembangunan Propinsi
Riau,
3.
Gubernur Propinsi Kalimantan Barat,
Drs. Cornelis, MH: Mewujudkan wilayah perbatasan menjadi halaman depan negara
RI,
4.
Gubernur Propinsi Maluku, Brigjen
TNI (Purn) Karel Albert Ralahalu: Mewujudkan wilayah perbatasan negara di
Maluku menjadi halaman depan bangsa,
5.
Direktur Jendral Hukum dan
Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Linggawati Hakim, SH, LLM:
Masalah pembahasan perbatasan antar negara,
6.
Direktur Jendral Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS: Pembangunan
kesehatan di daerah perbatasan, dan
7.
Ketua Pansus/Tim Kerja Perbatasan
Negara DPD RI, Ferry F. X. Tinggogoy, dengan makalah: Negara dan Tujuan
Nasional.
8. Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prof. Dr.
Ir. Purnomo Yusgiantoro, M. Sc, MA: Strategi pertahanan wilayah perbatasan
Indonesia dalam rangka memantapkan integrasi NKRI.
9. Menteri Dalam Negeri, yang diwakili oleh Drs. H.
Sutrisno, M. Si, Sekertaris BNPP: Rencana Strategik pengelolaan kawasan
perbatasan wilayah negara Republik Indonesia.
10. Pemerintah Aceh,
11. Kepala Pusat Kajian Strategis Kementeriaan PU, mewakili
Menteri Pekerjaan Umum: Masalah pembangunan Infrastruktur pekerjaan umum di
kawasan perbatasan.
Kegiatan ini ditutup Ketua Komite I DPD RI, Dani Anwar
dengan membacakan beberapa hal:
Kegiatan ini ditutup Ketua Komite I DPD RI, Dani Anwar
dengan membacakan beberapa hal:
POINTERS KESIMPULAN SEMINAR NASIONAL
“MEWUJUDKAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA MENJADI HALAMAN DEPAN
BANGSA”
------
·
Setelah lebih dari 66 Tahun Indonesia merdeka, realita
menunjukkan bahwa perbatasan NKRI masih menjadi wilayah yang miskin,
terbelakang, dan jauh dari kemakmuran. Padahal kawasan perbatasan merupakan
wilayah yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga yang memiliki
fungsi-fungsi strategis.
·
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdaulat, cita-cita
pendirian NKRI oleh para pendiri bangsa adalah melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan negara tersebut memberi makna bahwa seluruh komponen
bangsa WAJIB menjaga integritas dan kedaulatan NKRI -- wilayah laut, darat dan
udara, termasuk warga negara, batas-batas maritim, pulau-pulau dan SDA-nya salah
satunya dengan mengedepankan pembangunan wilayah perbatasan.
·
Pada kenyatannya, selama 66 tahun
sejak kemerdekaan Indonesia, wilayah perbatasan negara masih dalam kondisi
terbelakang dan belum menikmati hasil kemerdekaan sebagimana daerah-daerah non
perbatasan, baik dalam bentuk pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang
memadai, lapangan pekerjaan yang mudah, dan aksetabilitas infrastruktur
---jalan/listrik/air bersih-- yang baik, serta jaringan komunikasi dan
telekomomunikasi yang terjangkau.
·
Berbagai langkah dan upaya telah diusahakan oleh banyak
pihak baik pemerintah pusat maupun daerah untuk mewujudkan pembangunan yang
nyata telah diupayakan dari hari ke hari, tahun ke tahun. Namun semuanya tidak
memberikan dampak “signifikan” bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di
wilayah perbatasan.
·
DPD RI sebagai jembatan perjuangan aspirasi masyarakat dan
daerah, memiliki kewajiban untuk terus memperjuangkan wilayah perbatasan.
Berbagai upaya terus dilakukan baik secara kelembagaan maupun personal keanggotaan
DPD RI. Panitia Khusus Perbatasan Negara yang berupaya untuk mengurai berbagai
permasalahan perbatasan dan menyusun rekomendasi kepada pemerintah juga telah
dibentuk oleh DPD RI.
·
Seminar nasional pada hari ini juga merupakan upaya “yang
kesekian kalinya” dilakukan oleh DPD RI untuk terus mengingatkan kepada semua
pihak bahwa “wilayah perbatasan, jangan dikesampingkan, jangan dilupakan, dan
jangan ditinggalkan..!”. Melalui Seminar Nasional dengan tema “Mewujudkan
Wilayah Perbatasan Menjadi Halaman depan Negara RI” yang telah berlangsung dari
pagi hingga sore hari ini dengan berbagai narasumber yang berkompeten dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Ada tiga masalah utama yang meliputi wilayah perbatasan
yaitu politik, ekonomi, dan sosial:
o
Secara politis, penetapan batas-batas terluar di wilayah
perbatasan masih belum seluruhnya tuntas
disepakati dengan negara-negara tetangga sehingga rawan menimbulkan masalah
kedaulatan, keamanan, kriminalitas lintas negara (perdagangan ilegal, pencurian ikan dan pembalakan
liar, TKI illegal), terorisme dan
infiltrasi asing;
o
Secara ekonomi, masih terdapat beberapa masalah dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Dalam konteks praktis, masalah ini terkait dengan disparitas ekonomi antar daerah
perbatasan Indonesia dan daerah perbatasan negara tetangga.
o
Secara sosial-budaya, terkait dengan persinggungan nilai sosial dan budaya. Akibatnya terjadi eksodus
dari Indonesia ke Malaysia, misalnya. Dan sebaliknya, dari Papua Nugini ke
Papua (Indonesia).
2.
Tiga masalah utama tersebut hingga saat ini belum direspon
secara kuat dan sungguh-sungguh. Disatu sisi masalah-masalah perbatasan dari
hari ke hari terus bertambah, berbagai bentuk kebijakan terus disusun, seminar-seminar
nasional banyak digelar, namun kenyataannya masalah perbatasan masih menyisakan
nyanyian pilu: kawasan perbatasan masih menjadi beranda belakang NKRI.
3. Lemahnya komitmen pemerintah pusat terhadap pembangunan
wilayah perbatasan menyebabkan kerugian-kerugian dan persoalan-persoalan yang memberikan
dampak turunan (multiplayer effect)
seperti melemahnya rasa nasionalisme, melemahnya kekuatan pertahanan rakyat
semesta di perbatasan, rendahnya Indeks Prestasi Manusia (IPM) di kawasan yang
semestinya menjadi basis pertahanan yang kuat. Kerugian lebih lanjut dalam
berbagai dimensi dari persoalan perbatasan ini dapat dilihat dari lepasnya
Timur-Timor dan Sipadan-Ligitan, serta konflik Blok Ambalat dan Natuna, serta
hampir lepasnya Aceh, Papua, dan Camar Bulan.
4.
Dari realitas yang ada tersebut oleh karenanya diperlukan
langkah-langkah kuat dan serius sebagai berikut :
o
Bidang Politik dan Keamanan:
1)
Perlunya pengaturan mengenai pembangunan kawasan perbatasan
sebagai kawasan khusus untuk menjaga keutuhan wilayah, integritas dan
kedaulatan Indonesia. Karena pada hakikatnya, pembangunan kawasan perbatasan
merupakan bagian intergral dari pembangunan nasional, yang bernilai strategis;
2)
Pengaturan khusus tersebut terkait dengan reorientasi
pengaturan kewenangan antara pusat dan daerah, dan semangat untuk memprioritaskan
penyelesaian masalah perbatasan melalui pendekatan keamanan serta kesejahteraan
melalui sebuah Undang-Undang Khusus yang mengatur wilayah perbatasan dan daerah
terluar Indonesia dengan memperhatikan beberapa hal antara lain:
·
Dalam konteks manajemen pengelolaan pemerintahan, perlu
dilakukan pemberian alokasi kewenanganan terhadap daerah-daerah perbatasan
sehingga mereka tidak mengalami kendala kebijakan dalam mensejahterakan
masyarakat.
·
Dalam konteks merespon peluang pembangunan kesejahteraan, perlu
dipertimbangkan prioritas pengalokasian anggaran pada daerah-daerah perbatasan.
·
Perlu dipertimbangkan Kementerian yang mandiri dan memeliki
kewenangan untuk mengurusi masalah perbatasan dengan tetap melakukan evaluasi
dan perombakan struktur kementerian yang telah ada saat ini.
3)
Dalam konteks hubungan internasional, pemerintah harus
memperkuat kedaulatan dan kewenangan atas batas-batas wilayah laut dengan
negara-negara tetangga, serta penyelesaian Outstanding
Boundaries Problems (OBP) dengan cepat dan bermartabat.
4)
Dalam konteks keamanan, pemerintah harus menjaga kawasan
perbatasan dari segala bentuk kejahatan politik, kejahatan ekonomi dan
kriminalitas yang bersifat transnasional dan extrateritorial dengan memperkuat
dukungan pengamanan serta penegakan hukum.
o
Bidang Ekonomi
1)
Perlu adanya peningkatan fungsi Kawasan Perbatasan sebagai
kawasan ekonomi strategis yang mengintegrasikan seluruh potensi SDA dengan
potensi SDM lokal serta dukungan investor dalam dan luar negeri.
2)
Menghapuskan berbagai kebijakan-kebijakan yang menghambat
dan bersifat sektoral serta mempecepat proses pembangunan kawasan perbatasan.
3)
Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
yang kini tengah berjalan agar difokuskan pada upaya mendukung percepatan
pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan di masing-masing koridor
ekonomi.
4)
Memberikan perhatian khusus melalui upaya penyesuaian
formula Dana Alokasi Umum (DAU) dengan mempertimbangkan luas wilayah laut dan
tingkat kesulitan pembangunan wilayah kepulauan, serta perluasan kewenangan
pengelolaan otonomi daerah wilayah kepulauan dengan dukungan Dana Alokasi
Khusus (DAK);
o
Bidang Sosial-Budaya
1)
Pemerintah perlu dengan sangat segera merespon persoalan
sosial-budaya dengan memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan
kerukunan yang berbasis nasionalisme, secara memadai, dengan mempertimbangkan
kearifan lokal dan dengan dukungan partisipasi masyarakat nasional.
2)
Perlu ada peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelesaian masalah sosial-budaya ke arah masyarakat yang sadar hukum.
3)
Perlu penguatan nasionalisme di kawasan perbatasan.
5.
Guna memperbaiki kondisi wilayah perbatasan selain dengan
pendekatan kesejahteraan (prosperity)
dan keamanan (security), untuk batas
wilayah laut dibutuhkan juga pendekatan lingkungan (environment approach) karena banyaknya wilayah perbatasan laut yang
hilang akibat abrasi.
6. Perlunya segera disusun Roadmap Pembangunan Wilayah Perbatasan
yang terintegrasi dengan pembangunan nasional dan daerah serta diwujudkan
melalui sebuah Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan.
·
Dari beberapa catatan penting tersebut di atas, perlu kami
simpulkan bahwa, saat ini seluruh pihak (atau setidaknya kita yang hadir pada
hari ini) menyepakati bahwa “Kesadaran Kolektif dari seluruh pihak untuk
menjadikan daerah perbatasan sebagai beranda depan bangsa” sudah mulai
disepakati bersama.
·
Lebih lanjut dari seminar ini maka DPD RI melalui alat
kelengkapan Komite I akan berupaya menyusun.
·
Terakhir, kami begitu meyakini bahwa kesepahaman antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, dan seluruh stakeholders tentang
permasalahan perbatasan yang berkembang dalam seminar ini akan dituangkan dalam
rekomendasi-rekomendasi operasional bagi perbaikan pengelolaan perbatasan
dimasa yang akan datang untuk seluruh pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar