Institut Pemerintahan Dalam
Negeri (IPDN) kembali mendapat sorotan. Sebuah spanduk digantung di pagar
belakang MPR RI bertuliskan:
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) adalah salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, yang bertujuan mempersiapkan kader pemerintah, baik di
tingkat daerah
maupun di tingkat pusat. Pada 10 Oktober 2007, dalam sebuah sidang
kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk
mengubah IPDN menjadi Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) menyusul terungkapnya
kasus kekerasan yang terjadi di IPDN.
Sejarah singkat
Berawal dari
didirikannya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang Jawa Timur
pada tanggal 1 Maret
1956 berdasarkan SK
Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956 dengan Direktur Pertama
dr. Raspio Woerjadiningrat. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kader aparatur
pemerintah di tiap daerah, maka sejak tahun 1965 satu demi satu
didirikan APDN di berbagai provinsi dan pada tahun 1970 telah berdiri 20 APDN
di seluruh Nusantara, lokasi-lokasi APDN tersebut adalah di Banda Aceh,
Medan,
Bukittinggi,
Pekanbaru,
Jambi,
Palembang,
Tanjung
Karang, Bandung, Semarang, Malang, Mataram, Kupang, Ujung Pandang, Manado, Pontianak,
Banjarmasin,
Palangka Raya,
Samarinda,
Ambon,
dan Jayapura.
Sampai dengan
tahun pendidikan 1991
yaitu tahun alumnus berakhimya operasi APDN di daerah-daerah telah menghasilkan
27.910 orang, yang penempatannya tersebar di 27 Propinsi.
Kini para alumninya sudah mengembangkan diri untuk pendidikan selanjutnya dan
pada umumnya sudah menduduki jabatan teratas di lingkungan Departemen Dalam
Negeri. Untuk menyamakan pola pendidikan APDN dikeluarkan Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 38 Tahun 1988 tentang Pembentukan APDN yang bersifat Nasional yang
dipusatkan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat.
Dalam proses perkembangan selanjutnya dikeluarkan Keputusan Presiden No.42
Tahun 1992, yang mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
disingkat menjadi STPDN. Bagi lulusan Program D-IV STPDN berhak menyandang
gelar "SSTP" (“Sarjana Sains Terapan Pemerintahan”). Lulusan atau
alumni STPDN diharapkan memiliki tiga kompetensi dasar yaitu:
- Kepemimpinan (Leadership),
- Kepelayanan (Stewardship),
- Kenegarawanan (Statemanship)
Setelah
terjadi kasus
kekerasan pada praja Wahyu Hidayat yang menyebabkannya meninggal
dunia, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri akhirnya memutuskan melebur
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Institut Ilmu Pemerintahan
(IIP) dalam wadah baru bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada
tahun 2005. Perubahan yang diatur Keppres Nomor 87/2004 tentang Penggabungan
STPDN dan IIP dan Permen Dalam Negeri No. 29 tahun 2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja IPDN, sebenarnya sudah dirancang sejak 1998 karena ada aturan yang
membatasi setiap departemen hanya memiliki satu pendidikan kedinasan.
Pada 10
Oktober 2007, IPDN kembali diubah menjadi Institut Ilmu Pemerintahan (IIP),
namun IIP yang baru ini tidak akan hanya mempunyai kampus di Jatinangor,
melainkan juga di beberapa daerah lain seperti Bukittinggi (Sumatera Barat),
Rokan Hilir (Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara),
Mataram (Nusa Tenggara Barat), Kubu Raya (Kalimantan Barat), dan Jayapura
(Papua). IIP juga akan berbeda dari IPDN dari segi sistem pendidikannya,
meskipun pada saat keputusan perubahan ini diambil sistem pendidikan yang baru
tersebut belum diatur secara dirinci.[1]
[2]
Fasilitas kampus
- Ruang kuliah: luas ruangan seluruhnya 8.820 m2 (64 ruangan yang terdiri dari 8 ruang besar dan 56 ruang kecil)
- Perpustakaan: luas ruangan 400 m2, koleksi 1947 judul, 48.375 eksemplar
- Laboratorium: luas ruangan seluruhnya 800 m2, laboratorium terpadu (komputer, bahasa, dan pemerintahan)
- Lembaga penelitian: ada ruangan untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (100 m2)
- Kegiatan mahasiswa: ada ruangan untuk kegiatan mahasiswa (720 m2). Untuk memberikan latihan praktik mengembangkan kemampuan kepemimpinan Praja disusun Organisasi Korps Praja, disebut Wahana Bina Praja merupakan senat mahasiswa IPDN, Wahana Bina Praja mempunyai Struktur Organisasi dan Tata Kerja-nya disesuaikan dengan Organisasi PemerintahanWilayah/Daerah. Pelabat-pejabat Korps disebut Gubernur Praja, Bupati/Walikota Praja, Camat Praja dan Kepala Desa/Kelurahan Praja dilengkapi dengan sekretariat masing-masing. Juga terdapat berbagai Unit Kegiatan Praja (UKP), yaitu: Drum band Gita Abdi Praja, Gerakan Pramuka, Wapa Manggala, Majalah Abdi Praja, Teater Persada, SAR, Sanggar Seni Praja, Informatika dan Komputer, Klub-klub Olahraga, dan lain-lain
- Fasilitas lain: ruang seminar/workshop (1.142 m2), ruang olahraga (1.656 m2), ruang studio (500 m2), ruang komputer (200 m2), ruang serbaguna/aula (3.306 m2), asrama mahasiswa (39.300 m2), Sarana dan Prasarana Pendidikan berupa ruang kantor, gedung menza (ruang makan), asrama (wisma praja), workshop, kamar sakit asrama, lapangan dan gedung olah raga, tempat peribadatan, gedung serba guna, lahan latihan pertanian dan perikanan, fasilitas untuk perbankan, koperasi, dan lain-lain.
- Fasilitas khusus: ruang perkantoran untuk operasional kegiatan pegawai IPDN, komplek perumahan pejabat dan dosen fungsional IPDN sebanyak 96 unit, asrama pengasuh sebanyak 1 unit, asrama Praja sebanyak 30 asrama, poliklinik Praja dan pegawai IPDN sebanyak 1 unit.
- Fasilitas umum: tempat ibadah (1 buah mesjid, 1 buah gereja Katolik, 1 buah gereja Protestan, 1 buah pura), tempat olahraga, 5 lapangan tenis, 1 lapangan sepak bola, 1 lapangan bulu tangkis, 1 lapangan basket, 1 lapangan squash, 1 lapangan voli, Fitness Centre, Koperasi Pegawai “Abdi Praja”, Wartel Koperasi Pegawai “Abdi Praja”, Bank Pembangunan Daerah Cabang Pembantu IPDN.
Program pascasarjana
Latar belakang
Program studi
di STPDN yang semula berupa Diploma III sejak Tahun
Akademik 1995/1996Diploma IV. Berdasarkan
persetujuan Ditjen Perguruan Tinggi Nomor 1910/D/T/96 Tahun 1995 tentang Persetujuan
Program D-IV STPDN dan KEPMENDAGRI No. 89 Tahun 1996 tentang Kurikulum
Pendidikan D IV STPDN, dilaksanakan Program Kurikulum D-IV dengan Bidang Studi
Pemerintahan. Lulusannya mendapat sebutan sebagai Sarjana Sains Terapan
Pemerintahan (SSTP) dengan Pangkat Penata Muda Golongan III/a. ditingkatkan
menjadi Program
Seiring dengan
tuntutan kebutuhan sumber daya manusia berkualitas di lingkungan Departemen
Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, STPDN segera merespons dengan membuka
Program Pengembangan Pendidikan Magister (S2). Pendidikan Program Magister Administrasi
Pemerintahan Daerah (MAPD) didasarkan atas surat izin Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No. 3765/D/T/2000 Tanggal 20 Oktober
2000 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
429-373 Tahun 2001 Tanggal 18 September 2001 tentang
Penyelenggaraan Program Pascasarjana di lingkungan DEPDAGRI. Pengembangan
Program Magister Administrasi
Pemerintahan Daerah sejalan dengan statuta dan RIP STPDN serta
didukung dengan rencana strategis, arah kebijakan, tujuan dan sasaran
organisasi.
Alasan pengembangan program studi
Terdapat beberapa
alasan STPDN menyelenggarakan berbagai program pendidikan baik yang bersifat
diploma atau profesional maupun akademik yaitu:
- Alasan program studi: Ditinjau dari sudut substansi pendidikan, STPDN diberi otoritas untuk menyelenggarakan program pendidikan Profesional dan Akademik, namun selama ini baru melaksanakan program Diploma IV Pemerintahan. Padahal dengan adanya Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, diperlukan ahli-ahli pemerintahan daerah pada tingkat Magister.
- Alasan yuridis: Ditinjau dari kebijakan pendidikan tinggi kedinasan lembaga pendidikan di lingkungan Departemen Dalam Negeri serta berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 60 Tahun 1999), terdapat cukup alasan yuridis untuk mempertahankan dan mengembangkan STPDN dengan membuka pendidikan S2.
- Alasan akademik: Ditinjau dari segi akademik, STPDN saat ini mempunyai otoritas, kapasitas dan kapabilitas untuk mengembangkan disiplin pemerintahan sebagai ilmu dan keahlian. Jumlah dan kualitas tenaga pengajar, perpustakaan maupun dukungan sarana maupun prasarana pendidikan untuk mengembangkan program-program lain di luar program D-IV cukup memadai.
- Alasan historis: STPDN yang berawal dari dua puluh APDN daerah berdasarkan KEPRES No. 42 Tahun 1992, mempunyai pengalaman luas dan strategis dalam pengelolaan pendidikan tinggi di jajaran Departemen Dalam Negeri, yang sejak awal mempunyai komitmen untuk mendidik kader Pimpinan Pemerintahan (Pamong Praja), melalui pendekatan Akademik dan Praktis. Untuk kepentingan tersebut, kurikulum disusun, disesuaikan dan ditingkatkan berdasarkan kebutuhan dan tuntutan keilmuan, keterampilan dan kepribadian guna melaksanakan tugas di lingkungan Pemerintahan Dalam Negeri secara proporsional dan profesional.
- Alasan empiris: Alumni STPDN Program D-III dan D-IV sampai Angkatan Ke-XII berjumlah 8.496 orang dengan penugasan yang tersebar pada seluruh propinsi di Indonesia. Di antara mereka secara terbatas sudah melanjutkan S1 dan S2 di Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta. Mereka pada umumnya telah menduduki jabatan pada jenjang menengah ke bawah pada jajaran pemerintahan provinsi maupun daerah kabupaten/kota. Dengan demikian terbuka peluang untuk menampung hasrat alumni untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi sesuai tuntutan kebutuhan kedinasan.
Sumber saduran: http://id.wikipedia.org/wiki/Institut_Pemerintahan_Dalam_Negeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar