Ir Basuki
Tjahaja Purnama, MM, yang akrab dipanggil Ahok, siap meramaikan pemilihan
gubernur DKI Jakarta dari jalur independen. Ahok merasa terpanggil untuk
melaksanakan demokrasi, dimana semua warga negara berhak dipilih, dan
bertanggung jawab terhadap kemajuan daerah dan negaranya. Ahok melihat potensi
untuk lebih memajukan DKI Jakarta, yang menjadi pusat pemerintahan dan
berkumpulnya orang-orang potensil dari seluruh pelosok tanah air.
PERJALANAN AWAL
Basuki T
Purnama (BTP) yang akrab dipanggil Ahok lahir di Gantung, desa Laskar
Pelangi, Belitung Timur. Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMU) dan
perguruan tinggi di Jakarta
dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas
Trisakti.
Setelah
menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi (Insiyur
geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung–menetap di Belitung dan
mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan
PT Timah.
Menggeluti
dunia kontraktor selama dua tahun, Basuki menyadari betul hal ini tidak akan
mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia miliki, karena untuk menjadi pengelolah
mineral selain diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang
profesional.
Untuk itu
Basuki memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah
Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta .
Mendapat gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen
(MM) membawa Basuki diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu
perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik
sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin
konsentrasi pekerjaan di Belitung , pada tahun
1995 Basuki memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Perlu
diketahui, tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai
persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Bagi Basuki,
pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan
Manggar, Belitung Timur ini diharapkan dapat menjadi proyek percontohan
bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan, dan rakyat)
dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah
Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi
lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memikili visi untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang tangguh.
Berangkat dari
visi seperti itulah pada tahun 1994, Basuki didukung oleh seorang tokoh pejuang
kemerdekaan Bapak alm Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan
pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan
memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan
juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan
industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik).
KIPRAH POLITIK
Sebagai
pengusaha di tahun 1995 ia mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan
politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan
kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah dari Indonesia ke
luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah yang mengatakan bahwa
satu hari rakyat akan memilih Ahok untuk memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal
sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, sang ayah yang dikenal dengan
nama Kim Nam, memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika seseorang ingin membagikan
uang 1 milyar kepada rakyat masing-masing 500 ribu rupiah, ini hanya akan cukup
dibagi untuk 2000 orang. Tetapi jika uang tersebut digunakan untuk
berpolitik, bayangkan jumlah uang di APBD yang bisa dikuasai untuk kepentingan
rakyat. APBD kabupaten Belitung Timur saja mencapai 200 milyar di tahun 2005.
Bermodal
keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan
lawan pejabat (Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di
kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan
pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun
2003.
Pertama-tama
ia bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat
itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai
anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye
yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat, ia
terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD
ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN,
menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena ia
satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan
masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih
sering “mangkir”.
Setelah 7
bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok
menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok
mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani langsung
rakyat dengan memberikan nomor telfon genggamnya yang juga adalah nomor yang
dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan cara ini ia mampu
mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Dengan cara
kampanye yang tidak “tradisional” ini, yaitu tanpa politik uang, ia secara
mengejutkan berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung
Timur periode 2005-2010. Padahal Belitung Timur dikenal sebagai daerah basis Masyumi,
yang juga adalah kampung dari Yusril Ihza Mahendra.
Bermodalkan
pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang mengerti betul
sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu singkat sebagai
Bupati ia mampu melaksanakan pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai
tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan
pelayanan publik lainya. Prinsipnya sederhana: jika kepala lurus, bawahan tidak
berani tidak lurus. Selama menjadi bupati ia dikenal sebagai sosok yang anti
sogokan baik di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia
memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20
persen. Dengan demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk
memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini
terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk
mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Kesuksesannya di Belitung
Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Babel
ketika 63 persen pemilih di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang, karena
banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal
menjadi Gubernur Babel.
Dalam pemilu
legislative 2009 ia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski awalnya ditempatkan
pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal di Babel hanya tersedia 3
kursi), ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat
perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Selama di DPR,
ia duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang apa
adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat kiprahnya di DPR
ia menciptakan standard baru bagi anggota-anggota DPR lain dalam anti-korupsi,
transparansi dan profesionalisme. Ia bisa dikatakan sebagai pioner dalam
pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun
dalam berbagai kunjungan kerja. Semua laporan bisa diakses melalui websitenya.
Sementara itu, staf ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi
undang-undang tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan mengadvokasi
kebutuhan masyarakat. Saat ini, salah satu hal fundamental yang ia sedang
perjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala
daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pemilukada dan membuka
peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di
daerah.
Ahok
berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia
bergantung pada apakah individu-individu idealis berani masuk ke politik dan
ketika di dalam berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam
demokrasi, yang baik dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut
kepemimpinan politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk, tidak
aneh kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih sangat korup. Oleh
karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah jalankan bisa dijadikan
contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang dalam
politik. Sampai hari ini ia masih terus berkeliling bertemu dengan
masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan pentingnya memiliki pemimpin yang
bersih, transparan, dan profesional.
Di tahun 2006,
Ahok dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang
mengubah Indonesia .
Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara
negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat
kiprahnya, kita bisa mengatakan bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik
atas dasar nilai pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan
politik instan yang sarat pencitraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar