Badan Legislasi DPR menyelenggarakan workshop dan
fokus Group Discussion di ruang rapat KKII Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Rabu,
29 Pebruari 2012. Kegiatan ini mengambil judul “ MENATA PARLEMEN YANG
DEMOKRATIS, EFEKTIF DAN AKUNTABEL”.
Acara ini dibuka Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso,
dengan peserta dari kalangan Akademik,
Anggota DPR dan DPD RI, serta mahasiswa dan Insan Pers.
Dalam sambutannya, Priyo Budi Santoso menyampaikan
apresiasi terhadap pelaksanaan acara tersebut, karena DPR akan menentukan
tentang arah, bangun dan desain parlemen apa yang akan dibangun dalam periode ini. Terhadap DPD yang terus
memperjuangkan eksistensinya, diperlukan berbagai pendekatan untuk dapat duduk
bersama. Intinya DPR akan terbuka, dan acara ini adalah ekspresinya.
Lebih jauh, Priyo Budi Santoso mengatakan: “ Demokrasi
yang kita bangun hari ini, mengejutkan banyak pihak. Utusan kongres AS merasa
takjub melihat demokrasi di Indonesia, yang sudah diluar batas pemikiran
mereka. Benar AS adalah guru demokrasi. Seluruh mata tertuju pada demokrasi di
AS, tetapi Indonesia telah mempraktekkan sistem demokrasi yang mendekati sistem
Yunani Kuno. Itu buah karya amandemen di jaman reformasi. Kekuasaan Prwsiden
sebagian terbagi ke gedung Parlemen, sebagian ke daerah.
Amandemen juga melahirkan bayi baru bernama DPD, MK
dan KY. Dalam prosesnya ketika mendesain DPD, opsinya, luar biasa tarik
menariknya, hingga yang sekarang ini. Dengan kewenangan “dapat”.
Terhadap keinginan DPD untuk amandemen, DPR membuka
kesempatan seluasnya, hanya momentumnya kapan?
Begitupun kewenangan MPR yang melantik dan memberhentikan Presiden dan mengubah UUD adalah simbolik
yang lima tahun sekali diadakan. Jadi amandemen konstitusi tercentrum pada dua
hal, yaitu Presiden dan DPR.
Priyo Budi Santoso juga mengungkapkan tugas baleg yang
khusus untuk seluruh Rancangan Undang-Undang, dari aspirasi anggota dewan,
fraksi-fraksi, komisi-komisi atau inisiatif Presiden, harus lewat baleg untuk
diharmonisasi. Meskipun nanti mekanisme yang sah tetap diberi kewenangan pada
komisi atau pansus untuk diparipurna membahas dengan kewenangan penuh. Baleg
ini lebih tekun, karena bicara pasal-pasal.
Selanjutnya, bagaimana menterjemahkan amandemen Undang-Undang
Dasar dalam bentuk Undang-Undang yang memungkinkan tidak menyalahi aturan itu.
Dengan demikian Undang-Undang tentang MD3 yang kemarin merupakan hasil maksimal
kompromi dari kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen bersama pemerintah nantinya akan diredefinasi atau definisi
ulang, memungkinkan tidaknya DPD diberi senjata, cakra misalnya.