Pada rapat kerja Menteri
Negara Pemuda dan Olahraga dengan Komisi X DPR RI, 7 Pebruari 2012, Menteri
Pemuda dan Olahraga menyampaikan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah guna
menyelesaikan konflik dalam persepakbolaan Indonesia, khususnya menyangkut
kepengurusan PSSI.
Langkah yang dimaksud, meliputi:
1. Setelah beberapa kali upaya melaksankan Kongres, termasuk Kongres 20 Mei
2011 yang dilaksanakan oleh Komite Normalisasi tidak berhasil memilih pengurus
baru, akhirnya terselenggara Kongres PSSI pada tanggal 9 Juli 2011 di Solo yang
berhasil memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Komite Eksekutif.
2. Djohar Arifin Husin terpilih menjadi Ketua Umum PSSI dan Farid Rahman
terpilih menjadi Wakil Ketua Umum serta 9 anggota Komite Eksekutif PSSI, yaitu
Sihar Sitorus, La Nyala Mattalitti, Mawardy Nurdin, Robertho Rouw, Widodo
Santoso, Erwin Dwi Budiman, Tuty Dau, Tony Apriliani dan Bob Hippy, yang
dikukuhkan melalui Surat Keputusan KLB No. 02/KLB-PSSI/2011 dan SK KLB No. 03/KLB-PSSI/2011
tanggal 9 Juli 2011.
3. Selanjutnya Kepengurusan PSSI Periode 2011-2015 dikukuhkan oleh Ketua
Umum KONI pada tanggal 8 Nopember 2011.
4. Beberapa waktu setelah terbentuknya kepengurusan PSSI periode 2011-2015,
ada beberapa kebijakan PSSI yang dianggap kontroversi oleh sebagian anggota
Komite Eksekutif, klub dan pelaku sepakbola tanah air, antara lain:
·
Penggantian pengelola kompetisi dari PT Liga Indonesia ke PT Liga Prima
Indonesia sportindo (LPIS);
· Penambahan jumlah klub peserta kompetisi profesional Level 1 yang semula
18 klub menjadi 24 klub;
·
Pemecatan 4 anggota Komite Eksekutif;
·
Kasus Diego Michiels;
·
Pemberian sanksi kepada beberapa klub dan Pengprov;
·
Batalnya Persipura berlaga di Liga Champion Asia.
5.
Ketidakpuasan terhadap kebijakan PSSI menimbulkan beberapa reaksi antara
lain sebagai berikut:
·
PT. liga Indonesia tetap menyelenggarakan Kompetisi sehingga muncul
kembali dualisme kompetisi;
·
Munculnya tuntutan Kongres Luar Biasa;
6.
Masing-masing pihak mendasarkan pada interpretasi statuta PSSI dan
statuta FIFA. Pihak yang tidak puas beranggapan, PSSI melanggar Statuta,
sedangkan PSSI menganggap kebijakannya sah sesuai dengan statuta PSSI dan statuta
FIFA dan tidak ada keputusan kongres yang dilanggar.
7.
Dalam situasi sengketa semacam ini posisi pemerintah bersikap netral dan
mendorong proses rekonsiliasi melalui mediasi dan persidangan arbitrase
olahraga sesuai ketentuan perundangan.
8.
Peraturan/Perundang-undangan yang terkait dengan hal tersebut antara
lain:
a.
Pasal 69 Statuta PSSI, yakni: “PSSI mengadakan Suatu Badan Arbitrase
yang menangani semua perselisihan internal nasional antara PSSI,
anggota-anggotanya, pemain-pemain, petugas dan pertandingan serta agen pemain
yang tidak berada dibawah kewenangan badan-badan hukumnya. Komite Eksekutif
menyusun peraturan khusus mengenai komposisi, kewenangan dan peraturan prosedur
mengenai persidangan Arbitrase ini”.
b.
Pasal 88 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional, yakni:
(1)
Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah
dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga;
(2)
Dalam hal musyawarahg dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(3)
Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai
dengan yuridiksinya.
9. Oleh karena itu pemerintah telah meminta Ketua Umum KONI untuk melakukan
mediasi sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang. Laporan terakhir Ketua
Umum KONI, proses mediasi secara intensif sedang dilakukan dengan berbagai
pihak.
10.
Kami berharap mediasi bisa berhasil, namun jika tidak berhasil maka
arbitrase menjadi pilihan terbaik melalui BAORI (Badan Arbitrase Olahraga
Indonesia) yang ada di KONI maupun BAKI (badan Arbitrase Keolahragaan
Indonesia) yang berada di KOI. Menurut infoemasi proses pada kedua badan
tersebut dapat diselesaikan dalam waktu 2 s/d 3 bulan atau lebih cepat.
11.
Apabila upaya penyelesaian melalui badan Arbitrase tersebut dianggap
kurang memuaskan maka dapat ditempuh upaya melalui Arbitrase IOC yakni Court
Arbitration du Sport (CAS) yang berkedudukan di Swiss.
12.
Pemerintah tidak mendukung KLB, karena tidak akan menyelesaikan
persoalan, tidak dapat memutuskan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga
yang ada adalah mana yang kuat.
13.Dengan tidak mendukung KLB berarti pemerintah tidak akan
membantu/memfasilitasi pelaksanaan KLB.
14.
Namun demikian pemerintah tidak bisa melarang adanya KLB selama sesuai
dengan Statuta PSSI maupun Statuta FIFA. Namun pemerintah tidak menganjurkan
hal tersebut, karena hanya akan membuat kita terjebak pada kondisi mengurusi
pengurus, bukan mengurusi sepakbola dan prestasi atlet-atletnya.
15.Pemerintah berharap mediasi yang dilakukan Ketua Umum KONI bisa
memperoleh hasil yang memuaskan semua pihak.
16.
Pemerintah menghimbau semua pihak agar mengedepankan semangat
rekonsiliasi, sehingga bisa melangkah maju untuk berprestasi.
17.
Dalam hal pembentukan timnas, Pemerintah tetap berprinsip non
diskriminatif. Timnas merah Putih tidak boleh mendiskriminasikan suku, agama,
ras, golongan maupun asal klub.
18.
Pemerintah tidak akan memberikan fasilitas jika pembentukan Timnas
mengabaikan prinsip non diskriminatif.
Demikianlah penyampaian Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Dr. Andi A. Mallarangeng. Pada bagian lain, Menpora menyampaikan tentang penguatan olahraga dengan pendanaan dari masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar